KH Syatori : Selalu Bersyukur Adalah Sejatinya Orang Bahagia



SLEMAN - Dalam pandangan Islam, kebahagiaan sejati tidak hanya didasarkan pada kenikmatan dan kesenangan semata, tetapi juga melibatkan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan kesulitan. Allah menciptakan manusia dengan kehidupan yang penuh dengan ujian dan cobaan, sebagai salah satu bentuk rahmat-Nya agar manusia bisa menjadi lebih kuat, sabar, dan lebih dekat kepada-Nya.

Demikian hikmah yang dapat dipetik dari ceramah agama KH Drs Syatori Abdu Rauf Al Hafidz (Pimpinan Pondok Pesantren Mahasiswa Putri Darush Shalihah Yogyakarta), dalam acara Halal bil Halal/Syawalan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP/MTs Kabupaten Sleman, Kamis(18 April 2024).

Dijelaskan, ketika seseorang menerima segala ujian dan cobaan dengan ikhlas, sabar, dan berserah diri kepada Allah, maka itulah yang disebut sebagai rahmat Allah. Allah tidak merencanakan kesulitan dan cobaan untuk membuat manusia menderita, tetapi sebagai cara untuk menguji kesabaran, keimanan, dan keteguhan hati seseorang.

Menurut KH Syatori, sebagai seorang mukmin penting untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, baik itu dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Jika seseorang mampu menjalani hidup dengan rasa syukur dan penerimaan terhadap segala ketentuan Allah, maka kebahagiaan sejati akan dapat dirasakan, meskipun dalam keadaan sulit sekalipun.

“Orang yang bersyukur adalah orang yang bahagia saat senang datang bersua, dan lebih bahagia saat susah hadir menyapa,” ujar KH Syatori.

Kebahagiaan dalam Islam merupakan hal yang sangat penting dan diutamakan. Islam mengajarkan umatnya untuk mencari kebahagiaan dalam segala aspek kehidupan, baik itu dalam hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia, maupun hubungan dengan diri sendiri.

Ia mengemukakan bahwa ciri orang yang bahagia dalam pandangan Islam adalah orang yang sudah berdamai dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan Allah. Ini mencerminkan keselarasan dan keselamatan hati, jiwa, dan pikiran seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Berdamai dengan diri sendiri, lanjut KH Syatori, adalah orang yang sudah berdamai dengan diri sendiri memiliki kedamaian batin, menerima diri apa adanya, dan memiliki keberanian untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Mereka mampu mengendalikan emosi, menerima kekurangan dan kelebihan diri, serta menjalani hidup dengan penuh keikhlasan dan keberanian.

Sedangkan orang yanhg berdamai dengan sesama adalah orang yang bahagia dan  mampu berhubungan dengan sesama secara seimbang, penuh kasih sayang, dan saling menghormati. Mereka memahami nilai pentingnya kebersamaan, kesetaraan, dan saling mendukung dalam menjalani kehidupan. Berdamai dengan sesama juga termasuk dalam menjaga hubungan harmonis dengan keluarga, teman, tetangga, dan masyarakat sekitar.

Berdamai dengan Allah berarti menerima takdir-Nya, menjalankan ketaatan kepada-Nya, dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Orang yang bahagia adalah orang yang memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah, senantiasa bersyukur atas nikmat-Nya, dan menjalani hidup dalam kerangka nilai-nilai Islam yang diberikan-Nya.

“Dengan berdamai dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan Allah, seseorang akan mampu merasakan kebahagiaan yang sejati dan abadi. Mereka menjadi pribadi yang lebih berdaya, damai, dan bermakna dalam menjalani kehidupan, serta mampu memberikan dampak positif bagi dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar,” tambahnya.

Dikatakkan, ketika seseorang telah mencapai tingkat kesadaran dan kedalaman batin yang cukup, ia akan mampu melihat setiap aspek kehidupan sebagai pemberian rahmat dari Allah.