Reuni Abituren PGAN Kudus : Inspirasi Hafidh Asrom dari Es Lilin ke Pendidikan Berwawasan Global



SLEMAN - Ruang lantai 2 di Kampus 2 Al Azhar Yogyakarta World Schools (AYWS), Gamping, Sleman, dipenuhi suasana nostalgia. Minggu pagi itu (5/1/2025), sekitar seratus abituren Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Kudus dari berbagai generasi berkumpul untuk mengenang masa-masa mereka di bangku sekolah. Mereka datang dengan wajah penuh semangat, berusaha mengingat kawan lama yang sudah puluhan tahun tak ditemui. Usia mereka rata-rata sudah di atas 60 tahun, namun semangat mereka hari itu layaknya remaja yang baru lulus sekolah.

Hafidh Asrom, tuan rumah sekaligus lulusan PGAN Kudus tahun 1976, berdiri di tengah-tengah kerumunan. Dengan senyumnya yang khas, ia menyambut satu per satu sahabat lamanya. Sesekali ia berhenti untuk foto bersama mereka. Hafidh tak hanya dikenal sebagai seorang mantan Ketua OSIS yang berpengaruh di masa sekolah, tetapi juga sebagai sosok pemimpin yang sukses dalam berbagai bidang.

"Mas Hafidh, semangat kepemimpinannya tidak pernah berubah," ujar Ahmad Zubaidi, adik kelas Hafidh yang kini menjadi pengajar di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Zubaidi mengenang masa lalu dengan penuh kekaguman. Menurutnya, sejak di PGA, jiwa pemimpin Hafidh Asrom sudah terlihat jelas. “Bahkan, saat masih kuliah di UGM, beliau sudah memulai usaha furnitur dan ukiran Jepara. Sosoknya menginspirasi banyak teman-temannya,” ujarnya.

Kenangan lain datang dari Tamyiz, teman sekelas Hafidh. Ia mengisahkan sisi lain dari sang pemimpin. "Mas Hafidh itu sejak remaja memang berbeda. Bayangkan, setiap hari ia membawa termos berisi es lilin dan gorengan untuk dijual di sekolah. Padahal, keluarganya mampu. Tapi beliau memilih hidup mandiri dan tetap bekerja keras. Itu yang membuat kami salut."

Suasana penuh tawa dan haru memenuhi ruang lantai 2 AYWS ketika Hafidh Asrom memberikan sambutan. Ia mengawali dengan cerita sederhana tentang masa-masa sulitnya. "Saya ingat betul, saat di PGA, saya sering membawa termos berisi es lilin dan gorengan. Itu adalah cara saya belajar berdagang dan hidup mandiri," kenangnya, disambut tepuk tangan meriah.

Ia juga berbagi kisah perjuangan selama kuliah di UGM. Bagaimana ia menghidupi diri dengan menjual ukiran Jepara dan furnitur. "Semua saya jalani dengan doa dan semangat. Karena itu, meskipun usia saya sekarang 67 tahun, saya merasa masih berumur 35 tahun," ucapnya dengan nada bercanda, yang langsung memancing gelak tawa hadirin.

Di tengah sambutannya, Hafidh mengalihkan perhatian pada perjalanan panjang yang telah dilaluinya dalam mendirikan Sekolah Islam Al Azhar. "Sejak 2005 hingga kini, Al Azhar sudah berjalan 20 tahun. Saya bersyukur Allah memberi kesempatan untuk terus mengabdi melalui pendidikan," tuturnya.

Hari itu bukan sekadar reuni biasa, melainkan pertemuan yang menegaskan betapa indahnya persahabatan, kenangan, dan inspirasi yang terjalin di antara mereka.

Hafidh Asrom, sosok yang dulu dikenal sebagai pedagang es lilin, kini menjadi simbol perjuangan dan pengabdian. Bagi para abituren PGAN Kudus, Hafidh bukan hanya seorang teman lama, tetapi juga teladan yang membuktikan bahwa keprihatinan dan semangat juang adalah kunci untuk meraih mimpi.

Tentang AYWS

Sesi nostalgia yang penuh tawa dan kehangatan berlanjut menjadi momen refleksi dan inspirasi, terutama ketika Hafidh mulai menjelaskan perjalanan panjang Al Azhar Yogyakarta menuju posisi internasional seperti sekarang.

“Al Azhar Yogyakarta dulu hanyalah sekolah Islam biasa, namun sekarang kita mengubah branding menjadi Sekolah Islam Al Azhar Internasional. Dengan 20 unit sekolah yang tersebar, kami membangun kepercayaan masyarakat dengan menerapkan nilai agama yang kuat dan wawasan global,” ucap Hafidh.

Ia mengungkapkan betapa tingginya kepercayaan masyarakat terhadap AYWS hingga menyebabkan inden pendaftaran yang luar biasa. “Anak-anak yang masih bayi sudah didaftarkan untuk tahun ajaran 2030. Bahkan, ada satu keluarga yang mendaftarkan enam anaknya sekaligus. Dari Salatiga, Papua, Sulawesi, hingga Sumatera, semua percaya pada Al Azhar. Bahkan, ada juga yang dari Korea,” tambah Hafidh.

Cerita tentang keberhasilan AYWS tidak hanya berhenti pada jumlah siswa yang terus meningkat, tetapi juga pada visi besar untuk masa depan. Hafidh memaparkan rencana pembangunan rumah tahfidz dan dua masjid baru di Kampus 2 AYWS Gamping, yang masing-masing akan berada di area belakang dan depan dekat jalan raya. “Kami ingin mencetak generasi penghafal Alquran. Jika ada siswa yang hafal 30 juz, sekolah mereka akan gratis,” ucapnya tegas, yang langsung disambut tepuk tangan meriah.

Hafidh juga menjelaskan bahwa AYWS tidak hanya memfokuskan pada pendidikan agama tetapi juga pada pencapaian akademik internasional. Dengan penerapan tiga kurikulum—Islam Al Azhar, nasional, dan Cambridge—serta kerja sama dengan Northern Illinois University (NIU) Amerika Serikat, AYWS menjadi sekolah berstandar global yang membuka peluang besar bagi siswa-siswinya. “Kami juga memiliki program beasiswa LPDP bagi lulusan Al Azhar yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Ini adalah langkah konkret kami untuk menyiapkan generasi yang unggul secara spiritual dan intelektual,” jelasnya.

Tidak hanya tentang pendidikan, Hafidh juga memperkenalkan program inovatif lainnya seperti Member Card Al Azhar, yang menawarkan berbagai keuntungan bagi siswa dan orang tua, serta Asram Edupark, fasilitas rekreasi edukatif untuk siswa. Selain itu, PILAR (Pusat Informasi dan Layanan Al Azhar) juga dihadirkan untuk memberikan layanan yang lebih optimal kepada masyarakat.

“Masyarakat percaya karena kami terus berinovasi, tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai agama. Prinsip ini yang membuat Al Azhar Yogyakarta diterima di berbagai kalangan, dari lokal hingga internasional,” ujarnya.

Sesi penjelasan itu tidak hanya menggambarkan perjalanan dan pencapaian AYWS, tetapi juga menyuntikkan semangat baru bagi para alumni PGAN Kudus yang hadir. Reuni ini tidak hanya menjadi ajang bernostalgia, tetapi juga momen inspirasi dari Hafidh Asrom, seorang pemimpin yang membuktikan bahwa dengan doa, kerja keras, dan semangat juang, mimpi sebesar apa pun bisa diraih.

Di akhir acara, para alumni berkumpul untuk foto bersama, diiringi canda dan tawa yang tak pernah surut. Meskipun sudah lebih dari empat dekade berlalu sejak masa-masa mereka di PGAN Kudus, semangat persaudaraan mereka tetap abadi, seperti jejak kepemimpinan Hafidh Asrom yang tak pernah pudar. (Chaidir)