Festival Permainan Tradisional: Melangkah Bersama dalam Jejak Kearifan Lokal



SLEMAN - Pada hari Kamis, 30 Januari 2025, sebanyak 130 murid kelas 8 SMP IA 26 Yogyakarta berkumpul dalam sebuah harmoni kebahagiaan di Festival Permainan Tradisional: Dolanan Anak Khas Jawa. Agenda ini adalah bagian dari pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang kali ini mengusung tema luhur Kearifan Lokal. Dalam suasana penuh keceriaan, mereka diajak menelusuri jejak budaya leluhur yang sarat dengan pesan moral dan terkandung nilai filosofi kehidupan.

Dengan semangat yang menggelora, para murid memainkan delapan permainan tradisional khas Jawa, meliputi: Bakiak, Bekel, Enggrang, Engklek, Dakon, Lompat Tali, Layangan, dan Balap Karung. Dipandu oleh guru-guru pengampu kelas 8 yang penuh dedikasi, permainan ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan medium untuk memahami makna kebersamaan, ketangkasan, dan kerendahan hati. "Urip iku urup" – hidup itu menyala, seperti nyala semangat murid-murid yang menebarkan cahaya persaudaraan dalam setiap lompatan dan tawa.

Melalui permainan tradisional ini, murid kelas 8 kembali diingatkan akan kearifan lokal Jogjakarta yang kaya dan sarat akan makna. Dalam denting sederhana dakon, dalam lompatan riang engklek, hingga keberanian mendebarkan di atas bambu enggrang, terselip pesan-pesan kehidupan: kerja keras, ketekunan, sportivitas, kesabaran, kebersamaan, kerjasama dan keberanian untuk mencoba hal yang baru. Dolanan ini mengajarkan bahwa kebahagiaan tak perlu dicari di luar, ia dapat hadir dalam kesederhanaan dan kebersamaan yang hangat.

Pepatah Jawa mengatakan, "Memayu hayuning bawana", menjaga harmoni dunia. Melestarikan permainan tradisional adalah bagian dari menjaga harmoni itu—menghubungkan masa kini dengan jejak masa lalu, sekaligus membangun jembatan bagi generasi mendatang. Di tengah derasnya arus era digital, festival di SMP Islam Al Azhar 26 Yogyakarta ini mengajak anak-anak muda untuk tidak melupakan akar budaya bangsa yang menjadi salah satu pilar pembangun karakter utama. Sebab, dalam kearifan lokal terkandung nilai-nilai luhur yang mampu membentuk karakter sejati, membangun Pelajar Pancasila yang berintegritas, kreatif, patriotik dan cinta tanah air.

Festival ini adalah ajakan yang lembut namun tegas: mari Bersama, kita tengok kembali warisan leluhur, peluk kebudayaan dengan bangga, dan jaga, rawat nilai-nilai yang menyatu dalam permainan tradisional. Sebab, siapa yang lupa akar, akan kehilangan pijakan; siapa yang mengenal budaya, akan menjadi penjaga kebangsaan, beradaptasi dengan modernisasi tapi tidak kehilangan jati diri.

Pada permainan yang sudah dimainkan, para murid tidak hanya belajar tentang tradisi, tetapi juga tentang kehidupan, Life Skill. Layaknya layangan yang terbang tinggi, mereka diajak bermimpi besar, namun tetap diikat oleh benang yang kokoh yaitu akar budaya bangsa. Festival ini adalah pengingat lembut bahwa masa depan yang gemilang hanya dapat tumbuh dari akar yang kuat. "Nguri-uri kabudayan, ngramut kabagyan" melestarikan budaya, merawat kebahagiaan. Sebab, warisan leluhur bukanlah sekadar masa lalu, melainkan cahaya yang menuntun langkah kita menuju masa depan yang lebih baik.

Di setiap langkah bakiak, di setiap lompatan balap karung, dan di setiap hentakan layangan ke angkasa, ada doa yang melangit ke Sang Khalik: semoga generasi ini tumbuh menjadi pribadi yang menghormati budaya, mencintai sesama, dan menghidupkan bangsa dengan kebijaksanaan. "Sesarengan makaryo, mbangun Indonesia." Bersama, kita membangun Indonesia dengan hati, jiwa, dan cinta di SMP Islam Al Azhar 26 Yogyakarta. (Fajar Arif Herjayanto)